CHRISTY STORY
Ku buka
kelopak mata yang membengkak layaknya bola pingong. Tanda pagi telah menyapaku
dengan hangat dan kicau-kicau burung yang ikut serta menyapaku. Aku membangunkan
badan dan mendorong selimut yang menutupi sebagian tubuhu.
Kakiku
mulai melangkah mendapati sandal yang pas untuk ukuran kaki ku dan meranjak
menuju kaca rias yang ada di pojok kamarku yang cukup luas untukku. Ku duduk di
kursi yang tersedia di depan kaca besar itu.
Ku lihat ‘ah
ternyata mataku masih membengkak’ rutuku dalam hati sambil memegang pelipis
mata bagian bawah. Aku berdiri menuju toilet yang juga tersedia di sana dan bersiap untuk
menemui semua temanku yang telah mempunyai janji yang sama denganku.
Drrrttt…
dddrrrttt.. drrtt.
Sender : Christy
Jadi ga ayo
cpet kita udh tunggu di sni
Ku langkahkan
kaki secepat mungkin dan menuju mobil dan menuju kesana.
“kamu ko
lama banget si, bete tau nunggunya” ucap Stefany dengan nada cukup kesal
“maaf aku
tadi baru bangun. Hehe” jawab ku sambil menggaruk tengkuk u yang tak gatal
“gimana sih
kamu itu. Udah janjian juga” Cherly menyambung dengan menepuk pundakku
“udah. Yang
penting kan
udah datang” Christy mencoba membelaku dan merelai keadaan yang tegang ini.
“yaudah
langsung berangkat aja yu nanti kelamaan” Anisa menyambung
Kami semua
berangkat kecuali Gigi, ia sedang sakit. Kami memakluminya.
*
Apa dok,
Kanker stadium empar?
Suara itu. Suaia
yang tak asing di telinga ku. Entah siapa dia tapi aku mengenal betul suar itu.
Suara di balik pintu rumah sakit dimana tempat Gigi di rawat di sana.
Ya kami
berdelapan mempunyai janji untuk menjenguk Gigi karena sudah 3 hari ia di rawat
di rumah sakit. Tapi suara parau di balik pintu itu siapa dia? Aku sangat kenal
dengan suara itu.
“hey” tegur
Angel menepuk pundakku. Lamunanku buyar
“ah .. iya
ada apa?” jawabku agak sedikit kaget
“kamu ko
malh diem sih ayo.. nanti jam besuknya abis” ujar Angel lagi sambil menarik
tanganku. Aku mengikuti langkahnya.
Mataku masih
terus menatap puntu yang kini mulai menjauh dan menghilang dari pandanganku. Tanpa
ku sadari ternyata aku sudah sampai di depan pintu kamar dimana Gigi di rawat
disana.
‘Ruang
Mawar no.37 kelas III lantai 2’
Aku melihat
dengan lamat-lamat bacaan di atas pintu yang terpapr jelas dan rapih. Dengan keadaan
Angel masih menggenggam tangan kananku dengan erat. Seperti tak mau di lepas.
“apah
kalian pegangan terus” ujar Felly dengan nada meledek. Angel tersadar dan
mlepas genggamannya.
“gat uh udah
di lepas” elak Angel sambil mengulurkan lidah panjangnya kearah Felly. Felly pun
ikut menjulurkan lidahnya.
Kami semua
masuk ke dalam ruangan itu. Karena takut di ketahui oleh satpam bahwa kam
membuat rebut di sini. Aku berada di urutan terakhir memasuki ruangan itu. Smabil
menunggu jajaran masuk aku masih tetap menatap ruangan tadi.
*
‘Tut’
tombol merah itu di tekan dengan sebuah isakan tangis yang masih menderu. Mamah
Christy pulang dengan menggunakan sebuah taxi, dengan tangis yang masih
menderu.
Lalu mengeluarkan
sebuah tissue dari tas mungilnya dan mengusap air matanya yang tak
henti-hentinya turun. Lalu mengetik sebuah pesan singkat untuk seseorang. Dengan
lincahnya tangan itu memainkan jemarinya pada i-phone terbarunya.
“kemana bu?”
tanya supir taxi itu.
Mamah Christy
lupa memberi tahu kemana ia akan pergi. Karena tebawa suasana ia sampai lupa
dengan alamat yang ia tuju.
“ke
perumahan cendrawasih, blok A4, no 578 ya pak” jawab mamah Christy lirih. Supir
taxi hanya menganggukan kepalanya.
Alamat itu
adalah alamat rumah Christy. Salah satu perumahan yang termegah di Jakarta ini. Ya Christy
memang orang yang berada sebelum ia masuk kedalam satu grup girlband ini.
Papahnya adalahseorang
presiden suatu perusahaan terkaya ke 7 di Indonesia, mamahnya adalah seorang
ibu sekaligus wirausaha butik internasional yang telah tersebar dan mempunyai
cabang di negri luar.
Mamah Christy
turun dari taxi. Dan tepat di depan matanya rumah megah mewah yang tak asing
baginya dan pagar-pagar tinggi yang menjulang di sekitar peumahan ini dan
tembok-tembok yang di lapisi cat putih yang megah dan polesan warna emas yang
semakin mebuat elok rumah itu.
‘teett..
teeettt.. teettt..’ bel rumah itu di tekan. Bel itu terletak di depan pagar,
mungkin untuk memudahkan para tamu yang akan hadir ke sini. Tak seperti
orang-orang lain yang mungkin sering memainkan bel jika di taruh di depan pagar
seperti ini.
Orang-orang
di sini mungkin lebih tahu diri karena mereka sudah mempunyai bel masing-masing
yang di letakkan sama précis seperti rumah Christy. Seorang satpam mebuka kan pagar yang terkunci
gembok dengan rapih dan menundukan kepala tanda hormat.
Para
pelayan dengan menggunakan baju khusu untuk pelayan membukakan pintu dan
menyajikan semua jenis minuman mulai dari soft drink, hangat, dingin dan
lain-lain. Sepertinya hari ini nafsu makan mamah Christy menciut, ia menuju ke
kamarnya dengan mata merah. Dan menjinjing sebuah amplop coklat.
*
“ hay gi
gimana ke adaan mu sudah mulai membaik?” sapa Ryn memulai. Gigi hanya bisa
mengangguk kecil.
Mungkin ia
belum bisa mengeluarkan suara lembutnya, karena mulutnya masih tertutup dengan
bantuan oksigen. Gigi kritis 2 hari yang lalu mungkin karena terlalu lelah
dengan job yang padat akhirnya ia jatuh sakit.
Kami sebagai
teman yang satu grup dengannya ikut perhatian dan cemas. Bahwa jika tidak
adanya Gigi girlband kami takkan berwarna. Aku mengusap rambut Gigi yang masih
tertata rapih.
“gi cepet
sembuh ya biar kita bisa main lagi” kataku mengukir senyum di wajahnya. Akupun
ikut tersenyum.
‘kriingg…
kkrrriiinngg.. kriinng..’ suara HandPhone bunyi. Tenyata itu HandPhone Christy sang
empunya. Ia sediku memojokan dirinya untuk mengangkat telpon itu. Penting sepertinya.
“iya mah..
loh kenapa.. tappi mahh…yaudah deh” klik telpon itu di tutup.
Christy kemabli
ke sekeliling kami dengan menunjukan rau wajah kesal dengan memanyunkan
bibirnya kedepan.
“kenapa Ci”
tanya angel
“aku di
suruh pulang chibi. Aku dulan ya” ucap Christy langsung meninggalkan ruangan
setelah mendapat izin dari chibi yang lain.
*
“kenapa mah”
tanya Christy sesampainya di rumah
“kamu harus
banyak-banyak istirahat mulai sekarang. Dan kamu ga boleh lagi ikut girlband
kamu itu yang ga jelas” jawab mamah Christy menghadap jendela dengan nada
mengkekang
“loh kenapa
mah.. awalnya mamah setuju-setuju aja mah, kenapa sekarang kayak gini” ucap Christy
lagi yang kini menitikkan air mata
“pokoknya
sekali tidak ya tidak! Cepat masuk ke kamar” jawabnya dengan sedikit penekanan
pada kata-kata yang di lontarkan tadi.
Christy menangis
dengan tersendu-sendu dan memsuki kamar dengan berlari. Semua pelayan bengong
melihatnya. Ia membanting pintu kamarnya dan menguncinya rapat-rapat.
Christy melempar
tubuhnya ke atas kasur dengan posisi tengkurap dan menutupi kepalanya dengan
guling. Lalu ia mngeluarkan ponselnya dan memainkan jarinya dengan lincah untuk
menulis pesan singkat.
Tapi sepertinya
tak ada balasan ia membanting ponselnya ke lantai hingga terbagi menjadi
beberapa bagian. Ia menuju sebuah meja belajar dan mengambil sebuah buku mungil
berwarna ungu dan mengambil pena yang teletak di dalam buku itu dan meneteskan
tintanya di ata buku itu
20. November. 2012
Aku gak pernah tahu apa yang membuiat mamah melarangku
untuk mengikuti girlband yang susah payah di bentuk oleh manager ku. Dan susah
payah ku raih untuk menggapainya.
Tapi semua itu di hancurkan begitu saja dengan
mudahnya. Layaknya istana pasir yang telah di buat seindah mungkin hancur di
terjang ombak.
Entah apa yang membuat mamah seperti ini. Harusnya dari
awal aku tak boleh mengikuti ini. Kenapa
baru sekarang di saat karirku mulai memuncak.
Aku kecewa sangat kecewa.
Ketika tinta
itu sedang asyik di mainkan tiba-tiba kepala Christy tersa pusing. Lalu terdengar
suara yang sangat keras membuat seluruh pelayan masuk kedalam kamar Christy secara
paksa dengan kunci cadnagan.
“nyonya non
Christy”
*
3 bulan
kemudian.
Aku melihat
sebuah ruangan yang asing bagiku. Entah di mana ini aku masih bingung. Lalu di
mana teman-temanku tak rindukah mereka dengan ku?. Ah bagimana mungkin aku baru
satu hari tertidur.
“Christy kamu
sudah sadar, aku panggil dokter yah” ucap kezia yang membuatku bingung.
Ada apa denganku? Apakah aku berada di
rumah sakit? Sudah berapa lama aku di sini hingga kezia mengucapkan ‘kamu sudah
siuman’. Dokter memasuki ruangan ku dan memeriksa tubuhku.
Ketika sudah
selesai aku mencoba mengeluarkan suara yang sulit untukku keluarkan.
“dimana
yang lain” ucap ku dengan ter- eja
“yang lain
pergi ke paris”
jawab stefany apa adanya. Aku menitikkan air mata.
Sebegitu tegakah
mereka meninggalkan ku di saat aku sedang terbaring di sini. Mereka pergi untuk
jalan- jalan. Tak ada yang peduli denganku lagi?. Tuhan pertanda apa ini.
“kici kamu
jangan nangis okay” ucap Kezia mengusap-usap pundakku.
‘klek’
pintu terbuka dan itu adalah mereka yang tadi aku bicarakan dalam hati. Tapi mereka
terlambat hatoku sudah kecewa dengan mereka. Aku membuang mukaku di hadapan
mereka.
“kici
sebenernya kita di paris mau mencarikanmu dokter. Bukan untuk jalan-jalan aku
tahu pasti persepsi mu salah,” ucap cherly
Apa yang ku
lakukan aku tak percaya dengan teman-temanku sendiri aku begitu mudahnya
membenci mereka dengan sebuah alas an yang tidak jelas.
“memangnya
aku sakit apa?” tanyaku dengan suara parau.
Mereka semua
menangis dan mereka menunjukkan sebuah kertas putih yang sudah usang. Dan aku
melihat kertas itu.
Christy Saura Noela Unu
Positif mengalamu Kanker Otak Stadium 4
Dengan kemungkinan bertahan hanya 4%.
Air matku
berucuran melihat hasil itu. Nafasku kini makin tersa berat dan semakin berat. Tanpa
ku sadari matku mulai tertutup. Dan satu kalimat yang terdengar di telingaku. ‘Christy
kita sayang kamu’.
“christyyy”
_tamat_
0 komentar:
Posting Komentar