Siti Fatimah. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

My new Sister (cerpen)

Hari ini adalah hari pertamaku menggunakan baju putih abu-abu. Aku merasa senang karena pakaian putih abu-abu adalah pakaian kebanggaan setiap remaja. Dimana seorang remaja akan benar-benar dinamakan remaja atau seseorang yang akan mengalami akhir balig. Dan pakaian ini adalah pakaian terindah yang akan selalu diingat kami hingga tua nanti.
Lebih senangnya lagi, aku diterima di SMA favorit di kotaku. Aku senang sekali. Bukan hanya diriku, tapi semua orang yang diterima di SMA ini pasti akan merasakan hal yang sama dengan diriku. Kecuali dia.
Setelah beberapa hari aku masuk sekolah, aku sering melihatnya. Dia. Entah siapa. Dia adalah seorang gadis manis yang pendiam dan selalu menyendiri. Aku melihat tidak ada tanda-tanda kehidupan dalam dirinya.
Aku pikir, dia tidak senang diterima di sekolah ini. Tapi, jika tidak senang untuk apa daftar di sekolah ini?
Setelah pulang sekolah, aku mengikutinya pulang. Aku tahu ini sangat tidak sopan. Tapi, aku benar-benar penasaran. Mungkin ini salah satu kelemahanku. Ingin mengetahui sesuatu yang sama sekali bukan urusanku.
Aku mengikuti gadis itu yang berjalan melintasi gang kecil. Tapi, tiba-tiba saja langkahnya berubah menjadi cepat sekali sehingga aku kehilangan arahnya. Aku takut dia menyadari keberadaanku.
Tapi, usahaku tidak terhenti begitu saja. Esok harinya, aku mencari identitas gadis itu. Aku tahu ini keterlaluan. Tapi, aku penasaran sekali. Apa yang terjadi dengan gadis itu. Sepulang sekolah, aku tidak mengikuti gadis itu pulang lagi. Aku pergi ke TU untuk meminta data diri gadis itu. Staff TU itu menanyakan nama gadis itu. Aku sendiri tidak tahu siapa namanya. Tapi, aku bisa menceritakan ciri-ciri fisik gadis itu dan asal kelasnya. Staff TU itu langsung mengetahui siapa yang aku maksud.
Tak lama aku menunggu, Staff TU itu kembali sambil membawa selembar kertas HVS yang pastinya adalah kertas yang aku maksud. Aku mengucapkan terima kasih kepada staff TU itu dan melesat pergi.
Setelah tiba di rumah, aku langsung membaca formulir yang aku pegang. Aku melihat photo yang tertera pada formulir itu. Benar-benar membosankan. Tersenyum pun tidak. Sama sekali tidak menarik. Apakah gadis itu tidak mempunyai ekspresi? Benar-benar photo yang buruk.
Aku membaca nama yang tertera dalam formulir itu. Agnes Zahara. Nama yang bagus dan menarik. Tapi, tidak semenarik dirinya.
Aku melihat asal sekolahnya. SMP itu… itu SMP favorit. Bahkah sudah Berstandar Internasional. Mana mungkin dia alumni SMP itu?
Esok harinya, pada saat istirahat aku mencari info tentang Agnes dari teman-teman yang dulu pernah dekat dengannya. Aku menanyakan semua hal tentang Agnes. Teman-temannya bilang, awalnya Agnes adalah gadis yang periang. Tapi, setelah ibunya meninggal Agnes berubah 100 derajat. Ia menjadi lebih senang menyendiri dan tertutup. Sedangkan dia tidak tahu ayahnya dimana. Dari kecil Agnes memang tidak pernah diberi tahu tentang ayahnya oleh ibunya.
Setelah pulang sekolah, aku mengikutinya lagi. Aku mengikuti Agnes hingga ke pesawahan. Dia duduk di sebuah saung sambil menikmati daun-daun berwarna hijau, pohon-pohon liar di atas tebing dan burung-burung berkicau yang ingin mencuri padi. Benar-benar suasana yang menyejukkan.
Aku memperhatikannya dari balik pohon besar tak jauh dari tempatnya duduk. Kakiku sudah terasa pegal. Aku sudah memperhatikannya entah berapa lama tanpa berkedip. Kapan dia akan pergi…
“Duduklah,”
Aku melebarkan mata mendengar Agnes berbicara. Aku melihat ke belakang, ke samping, ke kanan, ke kiri, hingga melihatnya kembali.
“Kau masih di belakang pohon, kan? Kamu gak dengar? Duduk sini.”
Oh My God! Agnes benar-benar berbicara kepadaku. Bagaimana dia bisa menyadari keberadaanku? Aku terkejut setengah mati. Bagaimana jika dia marah? Bagaimana jika dia ingin meminta alasan tujuanku?
Berbagai pertanyaan negatif menyelimuti otakku. Aku melangkah pelan meghampirinya dan duduk di sampingnya dengan hati-hati. Aku melihat Agnes masih terdiam, memandangi pepohonan hijau dari bawah tebing. Aku mengikuti arahan matanya, mencoba menikmati angin yang berhembus sepoi-sepoi langsung dari alam. Walaupun cuaca panas, terik matahari menyengat. Tapi, kini aku tidak merasakannya lagi. Mungkin itu kenapa sejak kecil aku selalu diajarkan untuk menanam pohon, tidak menebang hutan secara liar oleh guru-guru atau ayahku. Karena mereka ingin kami menikmati kesejukan alam langsung. Bukan dari AC.
“Kamu juga kemarin yang ngikutin aku, kan?”
Aku menoleh ke arah Agnes. Lalu, mengangguk ragu.
“Kamu udah dapat informasi apa aja tentang aku?” tanya Agnes lagi kepadaku.
Aku mengangkat alis tidak mengerti. Apa Agnes marah?
“Kamu mencari informasi apa saja tentang aku?” tanya Agnes lagi.
Aku terdiam. Bukannya tidak mendengar, hanya saja aku tidak tahu akan menjawab apa.
“Kenapa? Apa yang mau kamu tahu tentang aku?”
Aku menoleh ke arahnya. Aku membuka mulutku hendak menjawab. Tapi,
tiba-tiba Agnes menyela.
“Ibuku meninggal saat aku menginjak kelas IX semester II. Saat itu, aku dan ibu sedang bertengkar hebat. Tapi, ketika aku sedang sekolah, ada seorang tetanggaku yang menjemputku untuk pulang — padahal waktu itu jam KBM belum selesai. Setiba di rumah aku melihat banyak orang di rumahku. Aku bingung. Dan betapa terkejutnya aku saat aku masuk ke dalam rumah. Tubuhku langsung lemas tak bertenaga. Aku melihat ibu terbaring tak bernyawa. Ibu tidur dengan tenang sambil tersenyum kepadaku. Padahal saat itu kami sedang bertengkar.” Kata Agnes menyela ucapanku. “Sekarang, kamu udah tau, kan?”
Aku terharu mendengar cerita Agnes. Mungkin ini peristiwa yang akan ia sesali seumur hidupnya. Aku melihat Agnes berdiri dan bergegas pergi.
Tapi, tidak semudah itu aku membiarkannya pergi. Aku menahannya. Aku berdiri dan berteriak.
“Aku hanya ingin menjadi temanmu.” Teriakku. Agnes berhenti, dia berdiri membelakangiku. “Aku pengen jadi teman kamu.” Kataku mengulangi.
Sejak saat itu, kami berteman. Aku mengenalkannya pada ayahku.
Ternyata, Agnes adalah anak yang baik, pintar, manis dan sifat periang yang dulu hilang dan selalu diinginkan teman-temannya telah kembali.
Bahkan Ayah ingin mengadopsi Agnes menjadi anaknya. Mungkin dia merasa aku sangat cocok dengan Agnes. Karena aku anak tunggal dan ibu sudah berpisah dengan ayah, mungkin dia ingin Agnes menemaniku ketika dia sedang pergi bekerja atau keluar kota.
Aku sangat senang sekali akhirnya aku memiliki kakak yang selalu aku inginkan.
SELESAI

Cerpen Karangan: Aryn Chan
Blog: arinapri.wordpress.com
Facebook: https://www.facebook.com/1998aryn?ref=ts&fref=ts

http://cerpenmu.com/cerpen-persahabatan/my-new-sister.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH

Terima Kasih Anda Telah Membaca Isi Blog Saya
Judul:
Berikanlah saran dan kritik atas artikel ini. Salam blogger, Terima kasih