Hari ini adalah hari pertamaku menggunakan baju putih abu-abu. Aku
merasa senang karena pakaian putih abu-abu adalah pakaian kebanggaan
setiap remaja. Dimana seorang remaja akan benar-benar dinamakan remaja
atau seseorang yang akan mengalami akhir balig. Dan pakaian ini adalah
pakaian terindah yang akan selalu diingat kami hingga tua nanti.
Lebih senangnya lagi, aku diterima di SMA favorit di kotaku. Aku
senang sekali. Bukan hanya diriku, tapi semua orang yang diterima di SMA
ini pasti akan merasakan hal yang sama dengan diriku. Kecuali dia.
Setelah beberapa hari aku masuk sekolah, aku sering melihatnya. Dia.
Entah siapa. Dia adalah seorang gadis manis yang pendiam dan selalu
menyendiri. Aku melihat tidak ada tanda-tanda kehidupan dalam dirinya.
Aku pikir, dia tidak senang diterima di sekolah ini. Tapi, jika tidak senang untuk apa daftar di sekolah ini?
Setelah pulang sekolah, aku mengikutinya pulang. Aku tahu ini sangat
tidak sopan. Tapi, aku benar-benar penasaran. Mungkin ini salah satu
kelemahanku. Ingin mengetahui sesuatu yang sama sekali bukan urusanku.
Aku mengikuti gadis itu yang berjalan melintasi gang kecil. Tapi,
tiba-tiba saja langkahnya berubah menjadi cepat sekali sehingga aku
kehilangan arahnya. Aku takut dia menyadari keberadaanku.
Tapi, usahaku tidak terhenti begitu saja. Esok harinya, aku mencari
identitas gadis itu. Aku tahu ini keterlaluan. Tapi, aku penasaran
sekali. Apa yang terjadi dengan gadis itu. Sepulang sekolah, aku tidak
mengikuti gadis itu pulang lagi. Aku pergi ke TU untuk meminta data diri
gadis itu. Staff TU itu menanyakan nama gadis itu. Aku sendiri tidak
tahu siapa namanya. Tapi, aku bisa menceritakan ciri-ciri fisik gadis
itu dan asal kelasnya. Staff TU itu langsung mengetahui siapa yang aku
maksud.
Tak lama aku menunggu, Staff TU itu kembali sambil membawa selembar
kertas HVS yang pastinya adalah kertas yang aku maksud. Aku mengucapkan
terima kasih kepada staff TU itu dan melesat pergi.
Setelah tiba di rumah, aku langsung membaca formulir yang aku pegang.
Aku melihat photo yang tertera pada formulir itu. Benar-benar
membosankan. Tersenyum pun tidak. Sama sekali tidak menarik. Apakah
gadis itu tidak mempunyai ekspresi? Benar-benar photo yang buruk.
Aku membaca nama yang tertera dalam formulir itu. Agnes Zahara. Nama yang bagus dan menarik. Tapi, tidak semenarik dirinya.
Aku melihat asal sekolahnya. SMP itu… itu SMP favorit. Bahkah sudah Berstandar Internasional. Mana mungkin dia alumni SMP itu?
Esok harinya, pada saat istirahat aku mencari info tentang Agnes dari
teman-teman yang dulu pernah dekat dengannya. Aku menanyakan semua hal
tentang Agnes. Teman-temannya bilang, awalnya Agnes adalah gadis yang
periang. Tapi, setelah ibunya meninggal Agnes berubah 100 derajat. Ia
menjadi lebih senang menyendiri dan tertutup. Sedangkan dia tidak tahu
ayahnya dimana. Dari kecil Agnes memang tidak pernah diberi tahu tentang
ayahnya oleh ibunya.
Setelah pulang sekolah, aku mengikutinya lagi. Aku mengikuti Agnes
hingga ke pesawahan. Dia duduk di sebuah saung sambil menikmati
daun-daun berwarna hijau, pohon-pohon liar di atas tebing dan
burung-burung berkicau yang ingin mencuri padi. Benar-benar suasana yang
menyejukkan.
Aku memperhatikannya dari balik pohon besar tak jauh dari tempatnya
duduk. Kakiku sudah terasa pegal. Aku sudah memperhatikannya entah
berapa lama tanpa berkedip. Kapan dia akan pergi…
“Duduklah,”
Aku melebarkan mata mendengar Agnes berbicara. Aku melihat ke
belakang, ke samping, ke kanan, ke kiri, hingga melihatnya kembali.
“Kau masih di belakang pohon, kan? Kamu gak dengar? Duduk sini.”
Oh My God! Agnes benar-benar berbicara kepadaku. Bagaimana dia bisa
menyadari keberadaanku? Aku terkejut setengah mati. Bagaimana jika dia
marah? Bagaimana jika dia ingin meminta alasan tujuanku?
Berbagai pertanyaan negatif menyelimuti otakku. Aku melangkah pelan
meghampirinya dan duduk di sampingnya dengan hati-hati. Aku melihat
Agnes masih terdiam, memandangi pepohonan hijau dari bawah tebing. Aku
mengikuti arahan matanya, mencoba menikmati angin yang berhembus
sepoi-sepoi langsung dari alam. Walaupun cuaca panas, terik matahari
menyengat. Tapi, kini aku tidak merasakannya lagi. Mungkin itu kenapa
sejak kecil aku selalu diajarkan untuk menanam pohon, tidak menebang
hutan secara liar oleh guru-guru atau ayahku. Karena mereka ingin kami
menikmati kesejukan alam langsung. Bukan dari AC.
“Kamu juga kemarin yang ngikutin aku, kan?”
Aku menoleh ke arah Agnes. Lalu, mengangguk ragu.
“Kamu udah dapat informasi apa aja tentang aku?” tanya Agnes lagi kepadaku.
Aku mengangkat alis tidak mengerti. Apa Agnes marah?
“Kamu mencari informasi apa saja tentang aku?” tanya Agnes lagi.
Aku terdiam. Bukannya tidak mendengar, hanya saja aku tidak tahu akan menjawab apa.
“Kenapa? Apa yang mau kamu tahu tentang aku?”
Aku menoleh ke arahnya. Aku membuka mulutku hendak menjawab. Tapi,
tiba-tiba Agnes menyela.
“Ibuku meninggal saat aku menginjak kelas IX semester II. Saat itu,
aku dan ibu sedang bertengkar hebat. Tapi, ketika aku sedang sekolah,
ada seorang tetanggaku yang menjemputku untuk pulang — padahal waktu itu
jam KBM belum selesai. Setiba di rumah aku melihat banyak orang di
rumahku. Aku bingung. Dan betapa terkejutnya aku saat aku masuk ke dalam
rumah. Tubuhku langsung lemas tak bertenaga. Aku melihat ibu terbaring
tak bernyawa. Ibu tidur dengan tenang sambil tersenyum kepadaku. Padahal
saat itu kami sedang bertengkar.” Kata Agnes menyela ucapanku.
“Sekarang, kamu udah tau, kan?”
Aku terharu mendengar cerita Agnes. Mungkin ini peristiwa yang akan
ia sesali seumur hidupnya. Aku melihat Agnes berdiri dan bergegas pergi.
Tapi, tidak semudah itu aku membiarkannya pergi. Aku menahannya. Aku berdiri dan berteriak.
“Aku hanya ingin menjadi temanmu.” Teriakku. Agnes berhenti, dia
berdiri membelakangiku. “Aku pengen jadi teman kamu.” Kataku mengulangi.
Sejak saat itu, kami berteman. Aku mengenalkannya pada ayahku.
Ternyata, Agnes adalah anak yang baik, pintar, manis dan sifat periang
yang dulu hilang dan selalu diinginkan teman-temannya telah kembali.
Bahkan Ayah ingin mengadopsi Agnes menjadi anaknya. Mungkin dia merasa
aku sangat cocok dengan Agnes. Karena aku anak tunggal dan ibu sudah
berpisah dengan ayah, mungkin dia ingin Agnes menemaniku ketika dia
sedang pergi bekerja atau keluar kota.
Aku sangat senang sekali akhirnya aku memiliki kakak yang selalu aku inginkan.
SELESAI
Cerpen Karangan: Aryn Chan
Blog: arinapri.wordpress.com
Facebook: https://www.facebook.com/1998aryn?ref=ts&fref=ts
http://cerpenmu.com/cerpen-persahabatan/my-new-sister.html
My new Sister (cerpen)
21.02 |
Diposting oleh
Unknown
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar